×
Apakah hak-hak anak dan isteri atas bapak dan suaminya?

    HAK-HAK ANAK

    حقوق الأبناء

    [ Indonesia - Indonesian - إندونيسي ]

    Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajid

    محمد صالح المنجد

    Penterjemah: www.islamqa.info

    Pengaturan: www.islamhouse.com

    ترجمة: موقع الإسلام سؤال وجواب
    تنسيق: موقع islamhouse

    2013 - 1434

    HAK-HAK ANAK

    Apakah hak-hak anak dan isteri atas bapak dan suaminya?

    Alhamdulillah.

    1- Mengenai hak-hak isteri, telah kami jelaskan dengan terperinci dalam jawaban soal no. 10680.

    2- Hak-hak anak.

    Allah Ta'ala telah menjelaskan bahwa anak-anak memilik hak yang menjadi kewajiban sang bapak.

    Dari Ibnu Umar dia berkata,

    " إنما سماهم الله أبراراً لأنهم بروا الآباء والأبناء كما أن لوالدك عليك حقا كذلك لولدك عليك حقا " . " الأدب المفرد " ( 94 )

    "Sesungguhnya Allah menjadikan mereka Abraar, karena mereka berbuat baik terhadap bapak-bapak dan anak-anak mereka. Sebagaimana bapakmu memiliki hak atasmu, maka anakmu juga memiliki hak atasmu." (Al-Adabul Mufrad, 93)

    Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda dari hadits Abdullah bin Umar,

    ….. وإن لولدك عليك حقاً (رواه مسلم، رقم 1159 )

    "… dan sesungguhnya anakmu memiliki hak atasmu." (HR. Muslim, no. 1159)

    عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال :

    Hak-hak anak yang menjadi kewajiban seorang bapak sebelum kelahiran anak di antaranya;

    1. Mencari isteri yang shaleh agar menjadi ibu yang saleh baginya.

    Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dia berkata,

    تنكح المرأة لأربع : لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك (رواه البخاري، رقم 4802 ، ومسلم، رقم 1466)

    "Seorang wanita dinikahi karena empat perkara; Karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya dan agamanya. Utamakan yang memiliki agama, semoga engkau beruntung." (HR. Bukhari, no. 4802, Muslim, no 1466)

    Syekh Abdul Ghani Ad-Dahlawi berkata, "Pilihlah wanita-wanita yang memiliki agama dan saleh serta keturunan mulia agar jangan sampai wanita tersebut merupakan anak hasil zina, karena kehinaan perbuatan zina dapat menular kepada anak-anaknya. Allah Ta'ala berfirman,

    الزاني لا ينكح إلا زانية أو مشركة والزانية لا ينكحها إلا زان أو مشرك (سورة النور: 3)

    "Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik." (QS. An-Nur: 3)

    Sesungguhnya tuntutan sekufu (isteri yang sesuai berdasarkan agama dan akhlak) adalah untuk kesesuaian dan agar tidak mendapatkan kehinaan." (Syarh Sunan Ibnu Majah, 1/141)

    Hak-hak anak setelah kelahiran.

    1- Disunahkan mentahknik (mengunyah makanan manis seperti korma dan disuapi kepada) bayi yang baru dilahirkan.

    Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, dia berkata, "Suatu hari, anak Abu Thalhah menderita sakit. Lalu ketika Abu Thalhah pergi keluar, sang anak meninggal dunia. Ketika kembali dari perjalanan, Abu Thalhah bertanya (kepada isterinya), "Bagaimana anakku sekarang?" Ummu Sulaim (sang isteri) menjawab, "Dia sekarang lebih tenang dari sebelumnya." Lalu sang isteri menghidangkan makan malam baginya, lalu mereka makan malam bersama, dan kemudian mereka melakukan hubungan badan. Setelah selesai, sang isteri berkata, "Anak tersebut telah dikubur (telah wafat)."

    Maka dipagi harinya Abu Thalhah mendantangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, lalu dia mengabarkan perkara tersebut kepadanya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata, "Apakah semalam kalian berhubungan intim?" Dia berkata, "Ya." Beliau berkata, "Ya Allah, berkahilah mereka berdua." Maka kemudian sang isteri melahirkan seorang anak. Lalu Abu Thalhah berkata kepadaku, "Rapihkan anak itu untuk dibawa menghadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam." Maka anak itupun dibawah menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan dibawakan pula beberapa butir korma bersamanya. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengambil anak tersebut, lalu berkata, "Adakah sesuatu bersama anak ini?" Mereka berkata, "Ya, beberapa butir korma." Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengambilnya, kemudian beliau mengunyahnya lalu diambilnya dari mulutnya dan dimasukkan ke dalam mulut anak itu lalu mentahniknya." (HR. Bukhari, no. 5153, Muslim, no. 2144)

    An-Nawawi berkata, "Para ulama sepakat disunahkannya melakukan tahnik terhadap bayi yang baru dilahirkan. Jika tidak mampu (dengan korma) dapat dilakukan dengan sesuatu yang tujuannya mirip, seperti dengan sesuatu yang manis, lalu dikunya oleh orang yang akan mentahniknya hingga encer mudah ditelan, kemudian mulut sang anak dibuka dan kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya agar ada bagian dari kunyahan tersebut yang masuk ke dalam rongganya."

    (Syarah Nawawi Ala Shahih Muslim, 14/122-123)

    2- Memberi nama kepada anak dengan nama yang baik, seperti nama Abdullah dan Abdurrahman.

    Dari Nafi bin Ibnu Umar, dia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

    " إن أحب أسمائكم إلى الله عبد الله وعبد الرحمن " رواه مسلم ( 2132 )

    "Sesungguhnya, nama yang paling disukai oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman." (HR. Muslim, no. 2132)

    Disunahkan pula memberi nama kepada anak dengan nama-nama para nabi.

    Dari Anas bin Malik, dia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

    ولد لي الليلة غلام فسميته باسم أبي إبراهيم (رواه مسلم، رقم 2315 )

    "Malam ini aku mendapatkan kelahiran anak, maka aku beri nama dia dengan nama bapakku; Ibrahim." (HR. Muslim, no. 2315)

    Disunnahkan memberi nama pada hari ketujuh, dan tidak mengapa kalau memberi nama di hari kelahirannya berdasarkan hadits tadi.

    Dari Samurah bin Jundub, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

    كل غلام رهينة بعقيقته تذبح عنه يوم سابعه ويحلق ويسمى (رواه أبو داود، رقم 2838، وصححه الشيخ الألباني في " صحيح الجامع، رقم 4541 )

    "Seluruh anak tergadai dengan aqiqahnya, disembelih pada hari ketujuh, lalu kepalanya digundul dan kemudian diberi nama." (HR. Abu Daud, no. 2838. Dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih Al-Jami, no. 4541)

    Ibnu Qayim berkata,

    "Pemberian nama pada hakikatnya merupakan tindakan untuk memperkenalkan sesuatu yang diberi nama. Karena jika dia ditemukan, namun dia tidak dikenal, maka tidak ada sesuatu yang dapat dilakukan untuk memperkenalkannya. Maka pemberian nama boleh dilakukan saat dia dilahirkan, atau ditunda tiga hari kemudian, atau saat dia melakukan aqiqah, boleh juga sebelumnya atau sesudahnya. Perkaranya luas." (Tuhfatul Maudud, hal. 111)

    3. Disunahkan pula menggundul kepalanya pada hari ketujuh dan bersadaqah dengan perak seberat timbangan rambutnya.

    Dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukan aqiqah terhadap Hasan dengan seekor kambing, lalu dia berkata,

    يا فاطمة احلقي رأسه وتصدقي بزنة شعره فضة قال فوزنته فكان وزنه درهما أو بعض درهم (رواه الترمذي، رقم 1519، وحسَّنه الشيخ الألباني في صحيح الترمذي ، رقم 1226 ) .

    'Wahai Fatimah, gundullah kepalanya dan sedekahlah dengan perak seberat timbangan rambutnya. Maka Fatimah berkata, 'Lalu aku timbang rambutnya, maka beratnya satu dirham atau sebagiannya." (HR. Tirmizi, no. 1519. Dinyatakan hasan oleh Al-Albany dalam Shahih Tirmizi, no. 122)

    4. Disunahkan bagi bapaknya untuk melakukan aqiqah bagi anak tersebut.

    Sebagaimana hadits yang telah disebutkan sebelumnya, "Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya."

    Maka, untuk anak laki-laki hendaknya disembelih dua ekor kambing, sedangkan untuk anak perempuan hendaknya disembelih satu ekor kambing.

    Dari Aisyah sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam

    أمرهم عن الغلام شاتان مكافئتان وعن الجارية شاة (رواه الترمذي، رقم 1513، صحيح الترمذي، رقم 1221 أبو داود، رقم 2834 ، النسائي، رقم 4212، ابن ماجه، رقم 3163 ) .

    "Memerintahkan mereka untuk menyembelih dua ekor kambing yang sepadan untuk anak laki-laki dan seekor kambing untuk anak perempuan." (HR. Tirmizi, no. 1513, shahih Tirmizi, no. 1221, Abu Daud, no. 2834, Ibnu Majah, no. 3163)

    5. Khitan

    Dari Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Fitrah itu ada lima, atau ada lima perkara yang termasuk fitrah, yaitu; Khitan, mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku, dan memotong kumis." (HR. Bukhari, no. 55550, Muslim, no. 257)

    Hak Anak Dalam Pendidikan

    Dari Abdullah radhiallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Semua kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang penguasa adalah pemimpin atas rakyatnya, dan dia akan ditanya tentang mereka. Seorang laki-laki adalah pemimpin di rumah tangganya dan dia akan ditanya tentang mereka. Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan anak-anaknya, dia akan ditanya tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin atas harta tuannya, dia akan ditanya tentang itu. Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinnnya." (HR. Bukhari, no. 2416, Muslim, no. 1829)

    Berdasarkan hal tersebut, setiap bapak wajib memperhatikan untuk selalu memberikan arahan terhadap anak-anaknya agar menunaikan kewajiban agama dan yang lainnya, baik dalam hal keutamaan dalam syariat atau dalam urusan dunia yang di dalamnya terjaga kehidupan mereka.

    Hendaknya orang tua memulai pendidikan terhadap anak dari yang paling penting kemudian yang penting. Dimulai mendidik mereka dengan aqidah yang shahih dan bersih dari syirik serta bid'ah, kemudian dengan melakukan ibadah, khususnya shalat dan mengajarkan mereka. Kemudian mendidik mereka dengan akhlak dan adab terpuji. Setiap masing-masing memiliki keutamaan dan kebaikan.

    Allah Ta'ala berfirman,

    وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (سور لقمان: 13)

    "Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." (QS. Luqman: 13)

    Dari Abdul Malik bin Rabi, dari Saburah dari bapaknya, dari kakeknya, dia berkata, "Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda,

    علموا الصبي الصلاة ابن سبع سنين ، واضربوه عليها ابن عشر (رواه الترمذي، رقم 407، وأبو داود، رقم 494، وصححه الشيخ الألباني في " صحيح الجامع، رقم 4025)

    "Hendaknya kalian mengajarkan anak-anak untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun. Dan pukullah jika mereka (masih belum shalat) pada usia sepuluh tahun." (HR. Tirmizi, no. 407, Abu Daud, no. 494. Dinyatakan shahih oleh Al-Albany dalam Shahih Jami, no. 4025)

    Dari Rabi binti Mi'waz, dia berkata, "Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada pagi hari Asyura mengutus seseorang (untuk mengumumkan), 'Siapa yang pagi harinya telah berbuka, maka teruskan sisa harinya, sedangkan yang berpuasa, hendaknya dia berpuasa." Lalu dia berkata, 'Maka kami berpuasa dan memerintahkan anak-anak kami untuk berpuasa. Kami buatkan mainan untuk mereka dari kain kapas. Jika salah seorang di antara mereka ada yang menangis karena lapar, baru kami beri dia makanan. Hingga akhirnya datang waktu berbuka." (HR. Bukhari, no. 1859, Muslim, no. 1136)

    Dari Saib bin Yazid dia berkata, "Aku diajak melakukan haji bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam saat aku berusia tujuh tahun." (HR. Bukhari, no. 1759)

    Pendidikan Akhlak

    Setiap bapak atau ibu selayaknya mengajarkan putera puterinya akhlak yang mulia dan adab yang tinggi. Apakah akhlak yang terkait dengan Allah Ta'ala, atau terhadap nabi-Nya shallallahu alaihi wa sallam, atau akhlak terhadap Al-Quran, terhadap masyarakat atau terhadap siapa saja yang memiliki hak padanya. Agar dia jangan sampai menyakiti orang-orang di sekeliling mereka, terhadap tetangga dan teman-teman sepergaulannya.

    An-Nawawi berkata,

    Seorang bapak harus mendidik anaknya terhadap apa yang dia butuhkan dalam kewajiban agama. Pendidikan seperti ini wajib bagi seorang bapak dan siapa saja yang menjadi walinya sebelum putera puterinya mencapai usia balig. Perkara ini dinyatakan oleh Imam Syafii dan murid-muridnya.

    Imam Syafii dan para muridnya berkata, "Seorang ibu juga memiliki kewajiban ini jika bapaknya tidak ada. Mereka berhak mendapatkan pemasukan dalam hal ini yang biayanya dapat diambil dari harta sang anak. Jika sang anak tidak memiliki harta, maka dikeluarkan dari orang yang memberinya nafkah, karena hal itu adalah perkara yang dia butuhkan. Wallahua'lam."

    (Syarah Nawawi Ala Shahih Muslim, 8/44)

    Hendakya dia mendidik mereka tentang adab dalam setiap perkara; Saat makan, minum, berpakaian, tidur, keluar masuk rumah, naik kendaraan dan semua perkara lainnya. Kemudian hendaknya ditanam dalam jiwa mereka sifat-sifat kejantanan yang terpuji, seperti cinta berkorban, memperhatikan kebutuhan orang lain, suka menolong, wibawa dan dermawan. Kemudian mereka dijauhkan dari sifat-sifat hina seperi penakut, bakhil, tidak menjaga harga diri, enggan mencari kemuliaan, dan selainnya.

    Al-Manawi berkata, "Sebagaimana kedua orang tua anda memiliki hak yang menjadi kewajiban anda, maka demikian pula anak-anak anda, mereka memiliki hak yang menjadi kewajiban anda. Hak-hak mereka banyak, di antaranya mengajarkan mereka kewajiban-kewajiban pribadi, mengajarkan adab-adab syar'i, adil di antara mereka dalam hal pemberian, apakah berbentuk hadiah, wakaf atau sumbangan lainnya. Jika dia melebihkan yang lain tanpa alasan, maka menurut sebagian ulama hal tersebut tidak berlaku, sementara menurut sebagian lainnya hal tersebut makruh saja."

    (Faidhul Qadhir, 2/574)

    Diapun wajib melindungi putera puterinya dari segala sesuatu yang dapat mendekatkan mereka kepada neraka. Allah Ta'ala berfirman,

    يا أيها الذين آمنوا قوا أنفسكم وأهليكم نارا وقودها الناس والحجارة عليها ملائكة غلاظ شداد لا يعصون الله ما أمرهم ويفعلون ما يؤمرون (سورة التحريم: 6)

    "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (QS. At-Tahrim: 6)

    Tentang ayat ini, Al-Hasan berkomentar, "Hendaknya dia memerintahkan dan melarang mereka." Sebagian ulama berkata, "Ketika dikatakan 'peliharalah diri dan keluargamu', termasuk di dalamnya anak-anak, karena mereka adalah bagian darinya. Sebagaiman merka juga masuk dalam fiman Allah Ta'ala, 'Tidak ada halangan (maka bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri' Dia tidak mengecualikan kerabat yang lainnya. Maka hendaknya sang anak diajarkan perkara halal dan haram serta dijauhkan dari perbuatan maksiat dan dosa hingga hukum-hukum yang lainnya.

    (Tafsir Al-Qurthubi, 18/194-195)

    Nafkah

    Perkara ini merupakan kewajiban seorang bapak terhadap anak-anaknya. Mereka tidak boleh lalai dalam hal ini, apalagi menyia-nyiakannya. Bahkan mereka harus menunaikannya secara maksimal.

    Dari Abdullah bin Amr radhiallahu anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

    كفى بالمرء إثما أن يضيع من يقوت ( رواه أبو داود، رقم 1692 ، وحسَّنه الشيخ الألباني في " صحيح الجامع، رقم 4481)

    "Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika dia menyia-nyiakan siapa yang wajib dia tanggung biayanya." (HR. Abu Daud, no. 1692. Dinyatakan hasan oleh Al-Albany dalam Shahih Al-Jami, no. 4481)

    Demikian pula halnya, merupakan hak mereka yang paling besar adalah mendidik anak perempuan dan merawatnya dengan baik. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan anjuran dalam masalah ini dan memasukkannya sebagai amal saleh.

    Dari Aisyah, isteri Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dia berkata, "Seorang wanita mendatangiku dengan kedua orang puterinya. Dia meminta sesuatu kepadaku, namun tidak ada yang kumiliki selain sebutir korma. Maka aku memberikannya. Lalu wanita tersebut membelah dua dan membagi masing-masing belahannya untuk kedua puterinya, lalu dia bangkit dan beranjak keluar. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam datang dan masuk, maka aku sampaikan berita tentang hal tersebut, lalu beliau bersabda,

    من يلي من هذه البنات شيئاً فأحسن إليهن كنَّ له ستراً من النار، (رواه البخاري، رقم 5649 ومسلم، رقم 2629 ) .

    "Siapa yang diuji sesuatu melalui anak-anak perempuan, lalu dia bersikap baik terhadap mereka, maka mereka akan menjadi pelindungnya dari api neraka." (HR. Bukhari, no. 5649, Muslim, no. 2629)

    Demikian pula, termasuk perkara penting yang merupakan hak anak-anak yang harus diperhatikan, adalah sikap adil di antara anak-anak. Hak ini telah diisyaratkan olen Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah hadits shahih,

    اتقوا الله واعدلوا بين أولادكم (رواه البخاري، رقم 2447 ومسلم 1623)

    "Bertakwalah kalian kepada Allah dan bersikap adillah terhadap anak-anak kalian." (HR. Bukhari, no. 2447, dan Muslim, no. 1623)

    Maka, tidak dibolehkan mengutamakan anak perempuan atas anak laki-laki, sebagaimana tidak boleh mengutamakan anak laki-laki atas anak perempuan. Jika seorang bapak terjerumus sikap yang keliru ini dengan mengutamakan sebagian anaknya dibanding yang lain dan bersikan tidak adil, maka hal tersebut akan mendatangkan berbagai kerusakan yang banya, di antaranya;

    Sesuatu yang bahayanya kembali kepada orang tua sendiri, yaitu sang anak yang merasa diperlakukan tidak adil akan lahir dalam dirinya kebencian kepada sang bapak. Hal ini telah diisyaratkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Muslim kepada orang tua Nu'man, "Apakah kamu ingin agar bakti mereka sama terhadap kamu?" beliau mengatakan, "Ya."

    Maksudnya adalah jika engkau ingin agar mereka berbakti secara sama kepadamu, maka bersikap adillah terhadap mereka dalam hal pemberian.

    Di antara dampak buruk lainnya adalah timbulnya rasa saling benci di antara saudara dan permusuhan di antara mereka.

    Wallahua'lam.

    Soal Jawab Tentang Islam