×
I’tikaf yaitu berdiam diri di masjid dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah yang biasanya dilakukan pada malam-malam akhir dibulan Ramadhan. Tulisan ini menjelaskan secara ringkas tentang I’tikaf.

    I'tikaf

    ﴿ الاعتكاف

    ] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

    Muhammad Ibn Syâmi Muthâin Syaibah

    Terjemah : Ahmad Zawawy

    Editor : Eko Abu Ziyad

    2010 - 1431

    ﴿ الاعتكاف

    « باللغة الإندونيسية »

    محمد بن شامي مطاعن شيبة

    ترجمة: أحمد زووي

    مراجعة: إيكو هاريانتو أبو زياد

    2010 - 1431

    I'tikaf

    Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada nabi yang tiada lagi nabi sesudahnya, Nabi kita Muhammad dan semoga tetap tercurah kepada keluarganya, para Sahabat, dan orang-orang yang mengikuti petunjuknya sampai hari kiamat.

    Wahai kaum muslimin.. sesungguhnya I’tikaf termasuk ibadah yang dilakukan pada bulan Ramadhan, berusahalah untuk dapat beri'tikaf walaupun hanya sebentar. I’tikaf yaitu berdiam diri di masjid karena ketaatan kepada Allah.

    • I’tikaf yang paling utama yaitu pada sepuluh hari terakhir Ramadhan sampai wafat. Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anha bahwa:

    (( كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ ))

    “Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam selalu beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sepeninggalnya” (HR Bukhari).

    • Jika seseorang terlewatkan dari I’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, maka I’tikaflah pada sepuluh hari di bulan syawal. Karena dalam suatu hadits:

    (( أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ فَلَمَّا انْصَرَفَ إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ إِذَا أَخْبِيَةٌ خِبَاءُ عَائِشَةَ وَخِبَاءُ حَفْصَةَ وَخِبَاءُ زَيْنَبَ فَقَالَ أَالْبِرَّ تَقُولُونَ بِهِنَّ ثُمَّ انْصَرَفَ فَلَمْ يَعْتَكِفْ حَتَّى اعْتَكَفَ عَشْرًا مِنْ شَوَّالٍ ))

    “Rasulullah hendak I’tikaf. Ketika beliau beranjak menuju ke tempat I’tikaf , maka (ketika itu) beliau melihat kemah-kemah ‘Aisyah, Hafshah dan Zainab,’ maka Rasulullah bersabda, ‘ Apakah mereka (para wanita itu) benar-benar menginginkan kebaikan dengan perbuatan ini? Maka beliau kembali dan tidak jadi melakukan I’tikaf di bulan Ramadhan sehingga beliau beri’tikaf 10 hari di bulan Syawal.” (HR Bukhari)

    Dalam lafadz lain:

    (( فَلَمْ يَعْتَكِفْ فِي رَمَضَانَ حَتَّى اعْتَكَفَ فِي آخِرِ الْعَشْرِ مِنْ شَوَّالٍ ))

    “Rasulullah tidak jadi berI’tikaf di bulan Ramadhan sehingga beliau melakukan I’tikaf 10 hari terakhir bulan Syawal” (HR. Bukhari)

    Dan dalam lafaz Muslim:

    (( حَتَّى اعْتَكَفَ فِي الْعَشْرِ اْلأَوَّلِ مِنْ شَوَّالٍ ))

    “Sehingga beliau ber’itikaf di 10 hari pertama bulan Syawwal” (HR. Muslim)

    Jika seorang muslim telah tua dan ajalnya telah dekat (wallahu a’lam), I’tikaflah dua puluh hari, karena dalam hadits:

    (( كَانَ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا ))

    “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari”. (HR Bukhari).

    • Tidak disyaratkan puasa sebagai syarat sahnya i’tikaf, karena dalam suatu hadits:

    (( اِعْتَكَفَ لَيْلَةً فِي الْمَسْجِدِ الحْرَامِ لمِاَ نَذَرَ ذَلِكَ ))

    “Umar beri’tikaf pada malam hari di masjidil haram ketika beliau bernadzar” (HR Bukhari)

    Sedangkan malam bukan waktunya berpuasa, dan dalam suatu hadits:

    (( اِعْتَكَفَ عَشْراً مِنْ شَوَّال ))

    “Nabi beri’tikaf pada sepuluh hari syawal.” (HR. Bukhari)

    • I’tikaf tidak memiliki ketentuan waktu, sebentar ataupun lama tetap sah. Orang yang beri’tikaf dilarang keluar dari masjid kecuali untuk hal-hal yang mengharuskan ia keluar seperti makan, buang hajat, dan semisalnya. Aisyah berkata:

    (( كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اعْتَكَفَ يُدْنِي إِلَيَّ رَأْسَهُ فَأُرَجِّلُهُ وَكَانَ لاَ يَدْخُلُ الْبَيْتَ إِلاَّ لِحَاجَةِ اْلإِنْسَانِ ))

    “Nabi jika beri’tikaf mengeluarkan kepalanya kepada saya lalu saya sisir rambutnya, dan beliau tidak keluar kecuali untuk hajat (kebutuhan).” (HR Abu Daud)

    Dan tidak ada syarat tertentu bagi yang ingin keluar, akan tetapi disahkan keluar masjid untuk ketaatan kepada Allah yang tidak wajib, seperti menjenguk orang sakit, dan menyaksikan jenazah, tetapi jangan sampai keluar itu menghabiskan waktu I’tikaf, itu hanya sebuah kemudahan.

    • I’tikaf tidak sah kecuali di masjid, berdasarkan firman Allah ta’ala :

    قال الله تعالى: ﴿ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ﴾

    “sedang kamu beri’tikaf dalam masjid”. (QS. Al-Baqarah 187).

    • Jika seseorang ingin ber’itikaf maka disunnahkan untuk mulai ber’itikaf setelah sholat subuh. Dari ‘Aisyah Radliyallaahu ‘anha bahwa:

    (( كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْتَكِفَ صَلَّى الْفَجْرَ ثُمَّ دَخَلَ مُعْتَكَفَهُ ))

    “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bila hendak beri’tikaf, beliau sholat Shubuh kemudian masuk ke tempat i’tikafnya”. (HR Muslim).

    Diharamkan bagi orang yang beri’tikaf untuk melakukan jima’, atau bercumbu rayu, berdasarkan firman Allah ta’ala:

    قال الله تعالى: ﴿ وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ﴾

    (Tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid.” (QS. Al Baqarah: 187).

    • Hendaknya orang yang beri’tikaf menghabiskan waktu untuk ketaatan, shalat (kecuali pada waktu yang terlarang), menyibukkan diri dengan membaca al-qur’an, dzikir kepada Allah, dan setiap amal yang mendekatkan diri kepada Allah yang dapat dilakukan di masjid serta tidak membuang-buang waktunya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.

    • Dibolehkan untuk mengunjungi orang yang beri’tikaf, dan berbincang-bincang dengan mereka dengan syarat tidak membuang-buang waktu I’tikafnya. Dari Shofiyah binti Huyaiy, beliau berkata:

    (( كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُعْتَكِفًا فَأَتَيْتُهُ أَزُورُهُ لَيْلاً فَحَدَّثْتُهُ ثُمَّ قُمْتُ فَانْقَلَبْتُ فَقَامَ مَعِي لِيَقْلِبَنِي ))

    ”Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang beri’tikaf, lalu aku datang menziarahinya pada satu malam. Saya berbicara kepada beliau, lalu bangkit untuk pulang. Kamudian beliau bangkit untuk mengantarkanku. (HR Bukhari).

    Wahai kaum muslimin… Jika I’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan bukanlah hal yang mudah untukmu, atau dengan waktu yang lebih lama, maka berusahalah untuk beri’tikaf walaupun hanya satu atau dua jam, atau sepanjang waktumu di masjid, dan sibukkan dirimu pada waktu itu dengan hal-hal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. Allah berfirman :

    قال الله تعالى: ﴿ فَاتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ ﴾

    “Maka bertakwalah kamu kepada Allah sesuai kemampuanmu” (QS. At Taghabun 16).