Hukum Memerankan Sosok Para Nabi, Sahabat Dan Tabi’in
Klasifikasi
- Iman << Akidah
- Fatwa Umum << Fatwa << Fikih
- Budaya Islam
Full Description
Hukum Memerankan Sosok Para Nabi, Sahabat Dan Tabi'in
﴿ حكم تمثيل الأنبياء والصحابة والتابعين ﴾
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmu Dan Fatwa
Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2010 - 1431
﴿ حكم تمثيل الأنبياء والصحابة والتابعين ﴾
« باللغة الإندونيسية »
اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء
ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2010 - 1431
بسم الله الرحمن الرحيم
Hukum Memerangkan Sosok Para Nabi, Sahabat dan Tabi'in
Pertanyaan: Apakah hukumnya memerankan sosok para nabi, sahabat dan tabi'in? Memerankan sosok nabi dan para pengikutnya dari satu sisi dan orang-orang kafir di sisi yang lain?
Jawaban:
Pertama: sesungguhnya pertunjukan dalam seni peran yang diadakan dan yang sudah diketahui padanya adalah perbuatan hura-hura, keindahan kata, berpura-pura dalam gerakan dan yang semisal yang demikian itu, yang bisa menarik perhatian dan perasaan yang hadir serta menguasai emosi mereka, sekalipun hal itu membawa kepada pelintiran ucapan pemegang peran (aktor, aktris), memalingkannya, atau menambah padanya. Dan hal ini tidak pantas pada dirinya, apalagi memerankan orang lain, atau para nabi, para sahabat dan pengikutnya dalam ucapan yang bersumber dari mereka dalam berdakwah dan menyampaikan agama, dan yang mereka laksanakan berupa ibadah dan jihad karena menunaikan kewajiban dan membela Islam.
Kedua: sesungguhnya orang-orang yang berkecimpung dalam seni peran, biasanya tidak mementingkan keorisinilan dan tidak memiliki akhlak Islam yang baik. Mereka punya keberanian dalam berbuat nekat dan tidak perduli bila tergelincir kepada hal yang tidak pantas, selama hal itu untuk merealisasikan tujuannya berupa menarik perhatian manusia, mendapatkan materi, dan menampakkan kesuksesan dalam pandangan orang banyak dari para pemirsa (audience). Apabila mereka memerankan sosok sahabat dan semisal mereka, hal itu membawa kepada mengolok-olok mereka, mencoreng kehormatan dan merendahkan martabat mereka, serta menurunkan wibawa dan keagungan mereka di dalam jiwa kaum muslimin.
Ketiga: Apabila dalam peran ada dua sisi, sisi orang-orang kafir seperti Fir'aun, Abu Jahal dan semisal mereka, dan sisi orang-orang beriman seperti Musa u dan Muhammad e serta para pengikut mereka, maka aktor yang memerankan sosok orang-orang kafir akan berperan seperti mereka, berbicara seperti lisan mereka, lalu mengucapkan kata-kata kufur, mengarahkan celaan dan caci maki kepada para nabi, menuduh mereka berbohong, sihir, gila, dan lain-lain. Dan menganggap bodoh akal para nabi dan pengikut mereka, dan berbagai peran buruk dan jahat seperti yang dilakukan Fir'aun, Abu Jahal dan para pengikutnya bersama para nabi dan para pengikutnya bukan dalam bentuk menceritakan mereka, tetapi bertutur kata seperti mereka berupa kata-kata kufur dan sesat. Hal ini apabila mereka tidak menambah dari sisi mereka sesuatu yang mengusahakan kejelekan dan menambah kemungkaran, dan jika tidak, kejahatan memainkan peran lebih berat dan balanya lebih besar. Dan hal itu bisa membawa kepada sesuatu yang tidak baik kesudahannya berupa kekufuran, kerusakan masyarakat dan menurunkan kadar para nabi dan orang-orang shalih.
Keempat: pengakuan bahwa penayangan film ini –untuk yang telah terjadi di antara kaum muslimin dan orang-orang kafir- merupakan salah satu sarana penyampaian yang sukses, dakwah yang memberi kesan dan untuk mempelajari sejarah adalah pengakuan yang dibantah oleh realita. Andaikata benar, maka keburukannya menutupi kebaikannya, kerusakannya melebihi mashlahatnya, dan sesuatu yang kondisinya seperti itu maka harus dilarang dan dibatalkan rencara itu.
Kelima: sarana-sarana menyampaikan (ajaran agama), dakwah kepada Islam, dan menyebarkannya di tengah masyarakat sangat banyak, dan para nabi telah melukiskannya kepada umat-umat mereka dan buahnya telah datang siap dipetik, karena membela Islam dan untuk kemuliaan bagi kaum muslimin. Realita sejarah sudah menetapkan hal itu maka hendaklah kita menelusuri jalan yang lurus tersebut, yaitu jalan orang-orang yang Allah Y memberi nikmat kepada mereka dari para nabi, orang-orang shiddiq, syuhada, dan orang-orang shalih. Dan hendaklah kita cukupkan dengan hal itu dari pada melakukan yang lebih mendekati kepada permainan belaka dan memuaskan keinginan dan hawa nafsu dari pada sisi kemuliaan dan ketinggian himmah. Hanya milik Allah I saja semua perkara sebelum dan sesudahnya, dan Dia paling bijaksana dari orang-orang yang bijak.
Wabillahit taufiq. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Lajnah Daimat Untuk Riset Dan Fatwa 3/197-198.