Larangan Berlaku Boros
Klasifikasi
Full Description
Larangan Berlaku Boros
﴿ النهي عن الإسراف﴾
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Karya: Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi
Terjemah : Muzaffar Sahidu
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2010 - 1431
﴿ النهي عن الإسراف﴾
« باللغة الإندونيسية »
تأليف: د.أمين بن عبد الله الشقاوي
ترجمة: مظفر شهيد
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2010 - 1431
Larangan Berlaku Boros
Segala puji hanya bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.. Amma Ba’du:
Al-Ragib berkata, “Isrof adalah melampui batas dalam segala perbuatan yang kerjakan oleh manusia sekalipun hal tersebut lebih mashur, yang berhubungan dengan pengeluaran dalam pembelajaan harta.[1]
Sofyan bin Uyainah berkata, “Harta yang aku belanjakan bukan dalam ketaatan kepada Allah maka dia termasuk boros sekalipun hal tersebut sedikit.[2] Allah SWT berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Katakanlah: "Hai hamba-hamba -Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Zumar: 53)
Kalimat isrof bisa terjadi pada harta dan yang lainnya, Allah SWT memperingatkan hamba -Nya dari sikap boros dalam firman-Nya:
وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS. Al-‘Arof: 31)
Sebagian ulama salaf berkata, “Allah telah mengumpulkan pola hidup sehat dalam setengah ayat: وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ [3]
Allah SWT berfirman:
وَآتُواْ حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“…dan tunaikanlah haknya di hari saat memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-An’am: 141)
Atho’ bin Abi Robah berkata “Mereka dilarang berlaku boros dalam segala hal.[4]
Ibnu Katsir berkata, “yang artinya janganlah berlebihan dalam makan, sebab akan bisa membahayakan bagi akal dan badan”.[5]
Dari Amr bin Syu’aib daru bapaknya dari kakeknya RA bahwa Nabi bersabda, “Makan dan bersedeqahlah dan pakailah pakaian tanpa berlebihan dan sombong”.[6]
Dari Ibnu Abbas RA berkata: Makanlah sekehendakmu dan pakailah sekehendakmu, dua perkara yang membuatmu salah yaitu boros dan sombong”.[7]
Dari Miqdam bin Ma’di Yakrib RA bahwa Nabi bersabda, “Tidaklah seorang anak Adam mengisi sebuah bejana yang lebih buruk daripada perut, cukuplah bagi anak Adam itu beberapa suap makanan untuk menegakkan tulang punggungnya, dan jika mesti dilakukan maka hendaklah dia mengambil sepertiga untuk makanannya dan sepertiga untuk minumannya serta sepertiga untuk nafasnya”.[8]
Dan sebagian ulama membedakan antara boros dan berlebihan/melampaui batas. Dan pola berlebih-lebihan yang dilarang oleh syara’ di dalam firman Allah SWT:
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُواْ إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isro’: 27)
Mereka berkata, “Tabzir adalah mempergunakan harta bukan pada tempatnya, seperti penyaluran harta dalam kemaksiatan, atau menyalurkannya pada perkara yang tidak bermanfaat baik untuk bermain-main, meremehkan fungsi harta, sementara Isrof (Boros) adalah berlebihan dalam makan dan minum serta berpakaian tanpa dituntut kebutuhan. Allah SWT berfirman saat memuji hamba -Nya yang bersikap sederhana:
وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan sesungguhnya (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (QS. Al-Furqon: 67)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا
mereka tidak boros dalam memanfaatkan harta sehingga berbelanja melebihi kebutuhan dan tidak pula kikir terhadap keluarga mereka sehingga mengurangi hak-hak mereka, tidak memberikan kecukupan bagi mereka, namun mereka berlaku adil dan bertindak yang terbaik, dan sebaik-baik perkara itu adalah yang pertengahan, tidak berlebih-lebihan”.[9]
Allah SWT berfirman:
وَلاَ تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلاَ تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُورًا
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu belenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena hal itu memebuat kamu menjadi tercela dan menyesal. (QS. Al-Isro’: 29)
Inilah bentuk wujud sikap pertengahan yang diperintahkan, tidak kikir, tidak menahan, tidak berlebihan dan boros namun yang seharusnya adalah pertengahan di antara semua sikap ekstrim di atas. Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Allah SWT memerintahkan agar seseorang bersikap sederhana di dalam kehidupan duniawinya, Dia mencela sikap kikir dan melarang sikap boros, (لاَ تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ) Maksudnya adalah janganlah engkau bersikap pelit yang menahan harta, tidak memberikannya kepada seorangpun, (وَلاَ تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ) Maksudnya janganlah berlebihan dalam membelanjakan harta, sehingga pemberianmu terhadap orang melebihi kemampuanmu, dan pengeluaranmu melebihi penghasilanmu, (فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُورًا) sehingga engkau terjebak dalam celaan manusia karena kekikiranmu dan mencercamu, mereka tidak membutuhkanmu, dan pada saat engkau mengulurkan pengeluaranmu di atas kemampuanmu maka dirimu tidak akan memiliki sesuatu yang dapat engkau infakkan, sehingga kamu menjadi seperti hasir, yaitu sebuah hewan tunggangan yang tidak mampu lagi berjalan”.[10]
Dari Ali bin Abi Thalib RA berkata, “Apa yang engkau nafkahkan untuk dirimu, dan keluargamu tanpa ada sikap berlebihan dan boros, dan apa yang engkau shedeqahkan maka hal itu adalah bagimu dan apa yang engkau belanjakan dengan motifasi riya dan sum’ah maka itu adalah bagian dari setan”.[11]
Ibnul Jauzi berkata, “Orang yang berakal akan mengatur kehidupannya di dunia, jika dia miskin maka dia akan bersungguh-sungguh dalam berusaha dan berwiraswasta guna menghindarkannya dari tunduk terhina terhadap makhluk, meminimalisir hubungan (hutang piutang), menciptakan sikap qona’ah, sehingga dengan demikian dia akan selamat dari ketergantungan kepada pemberian orang lain dan hidup dengan citra yang mulia, namun jika dia adalah orang yang kaya maka hendaklah dia mengatur belanjanya, agar dia tidak terjebak ke dalam kefakiran yang mengarahkannya kepada kehinaan bagi seorang makhluk…”.[12]
Dan seyogyanya juga dia memperhatikan perkara ini, bahwa mengeluarkan harta dalam kebenaran tidak termasuk boros. Mujahid berkata, “Kalau seandainya seorang menginfakkan hartanya dalam kebenaran maka dia bukan termasuk pemborosan, dan seandainya dia menginfakkan satu mud bukan pada tempatnya maka hal itu termsuk pemborosan”.[13]
Di antara bentuk pemborosan yang dilakukan oleh masyarakat adalah pemborosan dalam pesta dan resepsi pernikahan serta acara-acara lainnya, baik pesta yang kecil atau besar, ketika makanan dihidangkan melebihi kebutuhan.
Di antara bentuk pemborosan adalah pemborosan dalam pemakaian air. Dari Anas RA bahwa Nabi berwudhu’ dengan satu mud dan mandi dengan satu sha’ sampai lima mud”.([14])[15]
Dari Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata: Seorang A’rabi datang kepada Nabi dan bertanya kepada beliau tentang wudhu’?. Maka beliau memperlihatkan kepadanya cara berwudhu’ tiga kali, kemudian beliau bersabda, “Inilah wudhu’, maka barangsiapa yang menambah berarti dia telah berbuat buruk, melampaui batas dan berlaku zalim”.[16]
Bentuk pemborosan lainnya adalah berlebihan dalam membelanjakan harta. Dari Khaulah Al-Anshoriyah berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seorang lelaki menenggelamkan diri memanfaatkan harta milik Allah bukan pada jalan yang benar, maka mereka mendapat balasan neraka pada hari kiamat”.[17]
Termasuk di dalam hadits ini adalah orang yang bepergian ke negara-negara kafir, mereka membelanjakan harta yang banyak dalam rangka rekreasi mereka tersebut, maka dengan melakukan hal tersebut mereka telah mengumpulkan dua kemaksiatan:
Pertama: Kemaksiatan bepergian ke negara-negara orang kafir dan Nabi telah melarang perbuatan tersebut.
Dari Jarir RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Aku berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal di tengah-tengah orang musyrik…….”.[18]
Kedua: Menyokong negeri-negeri kafir dengan harta yang telah dibelanjakan pada saat itu.
Dari Abi Barzah AL-Asalmi RA bahwa Nabi bersabda, “Tidak akan melangkah dua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga dirinya akan ditanya oleh Allah SWT tentang umurnya untuk apa umur tersebut dia habiskan? tentang ilmunya apakah yang telah diperbuat dengan ilmu tersebut, tentang hartanya dari manakah dia dapatkan dan kemanakah disalurkannya”.[19] Dan banyak lagi bentuk-bentuk pemborosan lainnya.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.
[1] Mausu’ah Nadhratun Na’im: 9/3884
[2] Mausu’ah Nadhratun Na’im: 9/3884
[3] Tafsir Ibnu Katsir: 2/210
[4] Tafsir Ibnu Katsir: 2/182
[5] Tafsir Ibnu Katsir: 2/182
[6] Sunan Al-Nasa’I: 5/79 no: 558 diriwayatkn oleh Al-Bukhari secara ta’liq pasti: 4/53
[7] Shahih Bukhri: 4/53
[8] Sunan Turmudzi: 4/590 no: 2380 dan dia berkata: Hadits hasan shahih.
[9] Tafsir Ibnu Katsir: 3/325
[10] Tafsir Ibnu Katsir: 3/36
[11] Al-Durrul Mantsur: 5/275
[12] Shaidul Khathir, halaman: 404
[13] Tafsir Ibnu Katsir: 3/36
[14] Shahih Bukhari: 1/85 no: 201 dan shahih Muslim: 1/258 no; 325
[15] Satu Mud sama dengan sepenuh dua telapak tangan seseorang
[16] Sunan Al-Nasa’i: 1/288 no: 140
[17] Shahih Bukhari: 2/393 no: 3118
[18] Sunan Turmudzi 4/155 no: 1604 dishahihkan oleh Albani di dalam kitab shahihul jami’ shagir no: 1461
[19] Sunan Turmudzi: 4/612 no; 2426