Hukum ungkapan yang digunakan untuk jenazah seperti al-maghfur lah (yang diampuni)
Klasifikasi
- Kematian Dan Hukum-Hukumnya << Jenazah << Ibadah << Fikih
- Adab Berbicara << Adab << Amalan Utama
Full Description
Hukum Ungkapan (al-maghfur lah) Untuk Jenazah
﴿ حكم العبارات التي تطلق على الميت مثل (المغفور له)﴾
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Penyusun : Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Terjemah : Muh. Iqbal Ahmad Gazali
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
2009 - 1430
﴿ حكم العبارات التي تطلق على الميت مثل (المغفور له)﴾
« باللغة الإندونيسية »
تأليف : الشيخ عبد العزيز بن عبد الله بن باز
ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالى
مراجعة: إيكو هاريانتو أبو زياد
2009 – 1430
Hukum ungkapan yang digunakan untuk jenazah seperti (al-maghfur lah)
Pertanyaan: Apakah ungkapan yang digunakan untuk jenazah? Kami mendengar bahwa fulan al-maghfur lahu atau al-marhum? Apakah ungkapan ini benar? Apakah pengarahan tentang hal itu?
Jawaban: Yang disyari'atkan dalam hal ini bahwa dikatakan: ghafalallahu lah (semoga Allah I mengampuninya) atau rahimahullah (semoga Allah I memberi rahmat kepadanya) dan semisal yang demikian itu apabila dia seorang muslim. Dan tidak boleh dikatakan: al-maghfur lah (yang diampuni) atau al-marhum (yang dirahmati) karena sesungguhnya tidak boleh bersaksi untuk orang tertentu dengan surga, atau neraka, atau semisal yang demikian itu, kecuali untuk orang yang Allah I bersaksi baginya di dalam Kitab-Nya yang mulia dengan hal itu, atau rasul-Nya ﷺ bersaksi untuknya. Inilah yang disebutkan oleh para ulama ahlus sunnah. Maka siapa yang Allah I bersaksi baginya di dalam kitab-Nya dengan neraka seperti Abu lahab dan istrinya. Dan seperti ini pula orang yang Rasulullah ﷺ bersaksi untuknya dengan surga seperti Abu Bakar ash-Shiddiq t, Umar bin Khathab t, Utsman t, Ali t dan yang tersisa dari sepuluh orang. Dan selain mereka yang Rasulullah ﷺ bersaksi baginya surga seperti Abdullah bin Salam t dan Ukasyah bin Mihshan t, atau dengan neraka seperti pamanya Abu Thalib, Amar bin Luhay al-Khuza'I, dan selain keduanya yang Rasulullah ﷺ bersaksi baginya dengan neraka –kita berlindung kepada Allah I dari hal itu- kita bersaksi baginya dengan hal itu. Adapun orang yang Allah I dan Rasul-Nya ﷺ tidak bersaksi baginya dengan surga dan tidak dengan neraka maka sesungguhnya kita tidak bersaksi baginya dengan hal itu dengan cara tertentu. Dan seperti ini pula kita tidak bersaksi untuk seseorang secara khusus dengan ampunan atau rahmat kecuali dengan nash dari kitabullah dan sunnah rasul-Nya ﷺ. Akan tetapi Ahlus Sunnah berharap untuk yang baik dan merasa khawatir atas orang yang jahat. Dan bersaksi untuk orang beriman secara umum dengan surga dan bagi orang kafir secara umum dengan neraka, seperti yang dijelaskan Allah I dalam kitab-Nya yang nyata, firman Allah I:
وَعَدَ اللهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا
Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mu'min lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, (QS. at-Taubah:72)
Dan firman Allah I padanya pula:
وَعَدَ اللهُ الْمُنَافِقِيَن وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ حَسْبُهُمْ
Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya., (QS. at-Taubah:68)
Dan sebagian ulama berpendapat bahwa boleh bersaksi dengan surga atau neraka bagi orang yang bersaksi baginya dua orang yang adil atau lebih dengan kebaikan atau keburukan, berdasarkan hadits-hadits yang shahih yang diriwayatkan dalam hal itu.
Syaikh bin Baz –Majmu' Fatawa wa maqalat mutanawwi'ah 5/361-366.