Zakat Perhiasan Wanita
Klasifikasi
Full Description
Zakat Perhiasan Wanita
] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah
Terjemah: Muhammad Iqbal A. Gazali
Editor: Eko Haryanto Abu Ziyad
2011 - 1432
﴿ وجوب الزكاة في حلي النساء﴾
« باللغة الإندونيسية »
الشيخ عبد العزيز بن باز
الشيخ محمد بن صالح العثيمين
رحمهما الله
ترجمة: محمد إقبال أحمد غزالي
مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو
2011 - 1432
بسم الله الرحمن الرحيم
Zakat Perhiasan Wanita
Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Syaikh Muhammad bin al-Utsaimin Rahimahumallah
Pertanyaan: Apakah harus dikeluarkan zakat dari emas dan perak yang digunakan wanita hanya sebagai perhiasan dan untuk dipakai, bukan untuk diperjualbelikan?
Jawaban: Ada perbedaan pendapat tentang wajibnya zakat pada perhiasan wanita jika telah mencapai nishab dan tidak dipergunakan untuk perdagangan. Yang benar adalah harus dikeluarkan zakatnya jika telah mencapai nishab, walaupun hanya untuk dipakai dan hanya sebagai perhiasan.
Nishab emas adalah 20 mitsqal, kadar zakatnya 11 3/7 junaih Saudi. Jika perhiasan ini kurang dari jumlah itu, maka tidak ada zakatnya, kecuali jika diproyeksikan untuk perdagangan maka secara mutlak ada zakatnya[1] jika sudah mencapai nishabnya, baik berupa emas maupun perak.
Adapun nisab perak adalah 140 mistqal dan kadarnya dalam dirham adalah 65 real. Apabila perhiasan perak itu kurang dari itu maka tidak wajib zakat padanya kecuali bila dialokasikan untuk perdagangan maka wajib zakat secara mutlak, apabila nilai emas atau perak itu sudah mencapai nisab.
Dalil wajibnya zakat pada perhiasan yang berupa emas dan perak yang dialokasikan untuk dipakai adalah keumuman sabda Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam:
(( مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلاَفِضَّةٍ لاَيُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلاَّ إِذاَ كَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِى نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِيْنُهُ وَظَهْرُهُ.))
"Siapa saja yang memiliki emas dan perak yang tidak ditunaikan haqnya (zakatnya) maka pada hari kiamat nanti akan dibentangkan baginya lempengan dari api lalu dipanaskan dalam neraka, lalu disetrika dengannya lambung, dahi dan punggungnya."[2]
Dan hadits Abdullah bin Amar bin Ash RA: 'Sesungguhnya seorang wanita datang kepada Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam ditemani putrinya yang di tangannya ada dua gelang besar dari emas. Beliau bersabda kepadanya: 'Apakah engkau memberikan zakat ini? Ia menjawab: 'Tidak.' Beliau bersabda:
(( أَيَسُرُّكِ أَنْ يُسَوِّرَكِ اللهُ بِهِمَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سِوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ؟ ))
"Apakah engkau merasa senang bila Allah SWT mengenakan gelang padamu karena kedua gelang tersebut pada hari kiamat nanti dengan dua gelang yang terbuat dari api?' Maka wanita itu pun langsung melepaskan kedua gelang tersebut lalu memberikannya kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam seraya berkata: 'Kedua gelang itu untuk Allah SWT dan Rasul-Nya."[3]
Dan hadits Ummu Salamah radhiyallahu 'anha, ia berkata: 'Aku memakai gelang-gelang kaki yang terbuat dari emas, lalu ia berkata, 'Wahai Rasulullah, apakah ini termasuk harta simpanan? Beliau Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam menjawab:
(( مَا بَلَغَ أَنْ تُؤَدَّى زَكَاتُهُ فَزُكِّيَ فَلَيْسَ بِكَنْزٍ ))
"Barang apa saja yang telah mencapai nisab lalu dikeluarkan zakatnya maka tidak termasuk harta simpanan (kanz).'[4]
Beliau tidak mengatakan: 'Tidak ada zakat pada perhiasan." Dan hadits yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam bahwa beliau bersabda:
(( لَيْسَ فِى الْحُلِيِّ زَكَاةٌ ))
"Tidak ada zakat pada perhiasan."[5] Maka ia adalah hadits dha'if, tidak bisa digunakan untuk dipertentangkan dengan yang pokok dan tidak juga dengan hadits-hadits shahih. Wallahu maliyuttaufiq.
Syaikh Bin Baz – Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah (14/100).
Pertanyaan: Sudah diketahui dari kitab-kitab mazhab Hanbali, bahwa perhiasan yang dipakai tidak ada kewajiban mengeluarkan zakat. Apakah dalil-dalil mereka? Apakah dalil-dalil yang berpendapat wajib mengeluarkan zakat perhiasan yang dipakai? Apabila pendapat yang kuat wajib mengeluarkan zakat, bagaimana dengan tahun-tahun yang telah berlalu? Apabila saya memiliki perhiasan pada tahun lalu, kemudian saya menjualnya, apakah saya harus menzakati tahun-tahun yang telah berlalu? Apakah hukumnya orang yang tidak mengeluarkan zakat setelah mengetahuinya?
Jawaban: Terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama tentang kewajiban mengeluarkan zakat perhiasan: Mazhab Abu Hanifah rahimahullah dan riwayat dari Ahmad rahimahullah: wajib zakat padanya. Menurut pendapat kebanyakan ulama, pendapat inilah yang ditunjukan oleh dalil-dalil syara'.
Di antaranya: keumuman dalil-dalil yang menunjukkan wajibnya zakat pada emas dan perak, maka tidak ada yang dikecualikan darinya. Sudah jelas diketahui bahwa yang memakai perhiasan emas dan perak maka dialah pemilik emas dan perak. Maka orang yang berkata bahwa ia keluar dari keumuman, maka setiap orang bisa berkata: sesungguhnya satu individu dari semua individu umum keluar dari keumuman, maka ia harus memberikan dalil dan saat itu ia bisa diterima.
Dan juga sebagai alasan bagi yang mengatakan wajib: sesungguhnya ada beberapa dalil khusus yang menunjukkan kewajiban mengeluarkan zakat perhiasan, terlebih lagi dalil-dalil yang bersifat umum: di antaranya adalah hadits Abdullah bin Amr bin Ash RA:
'Sesungguhnya seorang wanita datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ditemani putrinya yang di tangannya ada dua gelang besar dari emas. Beliau bersabda kepadanya: 'Apakah engkau memberikan zakat ini? Ia menjawab: 'Tidak.' Beliau bersabda:
)) أَيَسُرُّكِ أَنْ يُسَوِّرَكِ اللهُ بِهِمَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سِوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ؟ ((
"Apakah engkau merasa senang bila Allah SWT mengenakan gelang padamu karena kedua gelang tersebut pada hari kiamat nanti akan di ganti dengan dua gelang yang terbuat dari api?' Maka wanita itu pun langsung melepaskan kedua gelang tersebut lalu memberikannya kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam seraya berkata: 'Kedua gelang itu untuk Allah SWT dan Rasul-Nya."[6]
Al-Hadizh rahimahullah – ia adalah seorang imam dan hujjah dalam ilmu hadits- mengatakan dalam Bulughul Maram: 'Dikeluarkan oleh imam yang tiga dan sanadnya kuat.'[7] Dan ia menyebutkan dua syahid (hadits penguat) baginya dari hadits Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu 'anhuma. Mereka berkata: dan sesungguhnya pendapat inilah yang lebih preventif dan manusia diperintahkan melakukan tindakan preventif dan melepaskan tanggung jawab, berdasarkan sabda Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam:
(( دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَالاَ يَرِيْبُكَ ))
"Tinggalkanlah yang meragukanmu kepada yang tidak meragukanmu."[8]
Dan sabda nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam:
(( الحَلاَلُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَيَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ, فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ ))
'Halal itu jelas dan haram itu jelas, di antara keduanya ada perkara-perkara syubhat yang kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang menjaga diri dari yang syubhat berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya."[9]
Keselamatan manusia untuk agama dan kehormatannya adalah perkara yang dituntut.
Adapun pendapat yang mengatakan tidak wajib zakat, sesungguhnya mereka berdalil dengan hadits Jabir RA: 'Sesungguhnya Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: '
(( لَيْسَ فِى الْحُلِيِّ زَكَاةٌ ))
"Tidak ada zakat pada perhiasan."[10]
Akan tetapi hadits ini tidak sah secara marfu' kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, seperti yang ditegaskan para ulama. Hadits itu juga tidak sah secara matan (teks hadits), maka mutlaknya menuntut bahwa tidak ada zakat secara mutlak pada perhiasan. Dan realitanya tidak seperti itu, walau menurut pendapat orang-orang yang mengatakan tidak wajib zakat (pada perhiasan yang dipakai).
Dan di antaranya (alasan tidak wajib zakat, pent): diriwayatkan dari lima orang sahabat, dan pendapat sahabat adalah hujjah menurut pendapat yang rajih. Akan tetapi sebenarnya adalah hujjah apabila tidak bertentangan dengan nash atau ditentang oleh pendapat sahabat yang lain. Apabila kontradiksi dengan nash, wajib menerima nash. Dan apabila ucapan sahabat ditentang oleh sahabat yang lain, berarti harus menempuh jalur tarjih. Maka siapa yang lebih kuat pendapatnya, karena salah satu sebab tarjih menurut para ulama, wajib mengikuti pendapatnya.
Mereka juga mengambil dalil dengan qiyas (analogi) terhadap pakaian, qiyas terhadap harta benda, dan qiyas terhadap kendaraan. Diriwayatkan dari Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
(( لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ فِى عَبْدِهِ وَفَرَسِهِ صَدَقَةٌ ))
'Tidak ada kewajiban zakat terhadap muslim pada hamba dan kudanya."[11]
Ketika Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: 'Tidak ada kewajiban zakat terhadap muslim pada hamba dan kudanya. Hal itu menunjukkan bahwa sesuatu yang dikhususkan manusia untuk dirinya tidak wajib zakat, maka perhiasan termasuk dalam hal itu. Akan tetapi kami mengatakan: sesungguhnya Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam menafikan kewajiban zakat dari sesuatu yang tidak wajib zakat dari jenisnya. Maka hamba dan kuda, pada dasarnya tidak ada zakat padanya dan tidak ada zakat padanya kecuali bila disediakan untuk perdagangan dan keduanya termasuk barang dagangan. Adapun emas dan perak maka wajib zakat pada bendanya, dan ada perbedaan di antara dua perkara. Para ulama ushul menyebutkan bahwa qiyas tidak sah kecuali bila asal dan cabang sama dalam 'illah (sebab).
Mereka juga berkata: Apabila seseorang menyediakan untuk dirinya pakaian atau syamagh atau mashlah yang dia memakainya maka tidak ada zakat padanya, maka ini sama seperti itu. Jawabannya adalah: sama seperti jawaban sebelumnya bahwa qiyas ini tidak sah, karena itulah jika seseorang menyediakan pakaian dan harta bendanya untuk nafkah saja, setiap saat ia membutuhkan ia menjualnya dan menginfakkan, sesungguhnya zakat tidak wajib padanya. Mereka yang mengatakan tidak wajib zakat perhiasan berkata: Apabila ia menyediakan untuk nafkah, apabila wanita itu membutuhkan ia menjual dan membelanjakan untuk dirinya. Mereka berkata: zakat wajib atasnya. Saat itu bisa diketahui perbedaan di antara dua perkara dan tidak sah qiyas salah satunya terhadap yang lain.
Dengan beberapa penjelasan yang telah saya sebutkan ini jelaslah bagi seseorang yang mempunyai ilmu, manakah pendapat yang lebih kuat dan pantas diikuti. Kita memohon kepada Allah SWT agar memberi petunjuk kepada kita kepada jalan -Nya yang lurus dan menjadikan kita termasuk orang yang melihat kebenaran itu benar dan memberi taufik kepada kita untuk mengikutinya.
Saya memberikan perumpamaan kepadamu: seorang wanita yang mempunyai perhiasan yang dipakainya dan ia berhias diri dengannya, dia sangat kaya sekali. Ia tidak menyiapkan perhiasan ini untuk nafkah, namun hanya untuk berhias diri dan keindahan, dan wanita lain yang miskin yang mempunyai perhiasan, akan tetapi dia membutuhkannya untuk nafkah, suatu saat ia membutuhkannya ia membelanjakannya. Untuk yang terakhir ini mereka berkata: ia wajib mengeluarkan zakat perhiasannya, dan untuk yang pertama mereka berkata: tidak wajib zakat perhiasannya. Padahal logikanya mengatakan bahwa yang pertama itulah yang harus mengeluarkan zakat karena ia kaya. Dan yang kedua itulah yang tidak wajib mengeluarkan zakat, karena ia membuat perhiasan untuk kebutuhan, bukan untuk berhias diri. Kendati demikian, dalil-dalil menunjukkan wajibnya zakat terhadap wanita ini dan wanita itu, seperti yang sudah disimpulkan. Wallahu A'lam.
Syaikh Ibn Utsaimin – Majmu Fatawa wa Rasail 18/120.
[1] Tanpa ada perbedaan di antara para ulama, dan jalan mengeluarkan zakat adalah bahwa perhiasan dari emas dan perak, apabila telah mencapai nisab yang ditentukan atau lebih (dengan perhitungan ahlinya) maka dihitung nilainya sekarang dengan mata uang real, kemudian dikeluarkan zakat darinya dan kadarnya adalah: 2,5 %. Perlu diketahui bahwa nisab emas adalah 85 gram dan nisab perak adalah 595 gram, seperti yang disebutkan oleh Syaikh al-Utsaimin rahimahullah (Lihat: Majmu' Fatawa Syaikh Ibn Utsaimin :18/141).
[2] HR. Muslim 987.
[3] HR. Abu Daud 1563, at-Tirmidzi 637, an-Nasa`i 2479, ad-Daraquthni 2/112, al-Baihaqi dalam al-Kubra 7340 dengan isnad hasan. Lihat: Nashbur Raayah karya az-Zaila'i 2/369, Subulus Salam 2/135, Aunul Ma'bud 4/298 dan arti maskataan adalah dua gelang, bentuk tunggalnya adalah masakah.
[4] HR. Abu Daud 1564, ad-Daraquthni 2/105 dengan semisalnya, al-Hakim 1/390 (1438) dan ia menshahihkannya dan disepakati oleh Zahabi. Audhaah adalah satu jenis perhiasan yang terbuat dari perak, bentuknya tunggalnya adalah wadhah.
[5] Ad-Daraquthi 2/107 dan lihat: Irwaul Ghalil (817).
[6] HR. Abu Daud 1563, at-Tirmidzi 637, an-Nasa`i 2479, ad-Daraquthni 2/112, al-Baihaqi dalam al-Kubra 7340 dengan isnad hasan. Lihat: Nashbur Raayah karya az-Zaila'i 2/369, Subulus Salam 2/135, Aunul Ma'bud 4/298 dan arti maskataan adalah dua gelang, bentuk tunggalnya adalah masakah.
[7] Bulughul Maram ta'liq Mubarakfuri hal 174 (606-607).
[8] An-Nasa`i 5714, sebagaimana diriwayatkan dengan tambahan padanya: Ahmad 1/200, at-Tirmidzi2518, al-Hakim 2/13, 4/99 (2169, 2170, 7046), ia menshahihkan di tempat yang pertama dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Dan at-Tirmidzi berkata: Hasan shahih.
[9] Al-Bukhari 52 dan Muslim 1599.
[10] Ad-Daraquthi 2/107 dan Ibnul Jauzi menyebutkannya dalam kitab 'Tahqiq' 2/42, dan lihat: Irwaul Ghalil (817).
[11] Al-Bukhari 1464 dan Muslim 982.